Bolehkah menabung emas, sedangkan emas tersebut tidak pernah kita lihat? Misalnya menabungnya secara online.
Jual Beli Utang dengan Utang
Bentuknya adalah seseorang membeli sesuatu pada yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan. Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi. Ketika itu si pembeli berkata, “Jualkan barang tersebut padaku dengan pembayaran tempo dan aku akan memberikan tambahan.” Jual beli pun terjadi, namun belum ada taqabudh (serah terima barang). Bentuk jual beli adalah menjual sesuatu yang belum ada dengan sesuatu yang belum ada. Dan di sana ada riba karena adanya tambahan.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli utang dengan utang.” (HR. Ad-Daruquthni 3: 71, 72. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini dha’if sebagaimana dalam Dha’if Al-Jaami’, 6061). Namun makna hadits ini benar dan disepakati oleh para ulama, yaitu terlarang jual beli utang dengan utang.
Karena sebab inilah dalam jual beli salam (uang dahulu, barang belakangan) berlaku aturan uang secara utuh diserahkan di muka, tidak boleh ada yang tertunda.
Menabung Emas di Tempat yang Tidak Jelas
Ada bentuk jual beli utang dan utang yang dicontohkan oleh Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Jibrin. Bentuknya adalah ada orang yang menjual emas misalnya ditaruh di tempat tertentu, katanya. Emas tersebut dijual dengan pembayaran tempo. Emas tersebut dibeli oleh yang lain tanpa menunjukkan wujud barangnya. Namun hanya disebutkan ciri-cirinya bahwa emas tersebut berukuran besar. Lantas barang tersebut dibeli. Yang menjual pada orang lain tadi tidak memindahkan barangnya ke tempatnya (berarti belum qabdh). Orang yang beli pun tidak bisa memindahkan barang ia beli ke tempat miliknya. Mu’amalah seperti ini diharamkan karena yang terjadi adalah jual beli utang dan utang. (Syarh ‘Umdah Al-Fiqh, 2: 803-804)
Semoga Allah terus menambahkan kita ilmu yang bermanfaat.
—
@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 1 Rajab 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal